Minggu, 06 November 2011

"Ayah menggendong Jenasah Anak Dari RSCM ke Bogor Karena Tak Mampu"

ini adalah cerita yang beredar via mobile Twitter. dan juga di Tweet oleh @infojakarta pada tanggal 20 juni 2011.


Penumpang kereta rel listrik (krl) jurusan Jakarta-Bogor pun geger minggu (5-6). Sebab, mereka tahu bahwa seorang pemulung bernama Supriono (38thn) tengah menggendong jenasah anak, Khaerunisa (3thn).

Supriono akan memakamkan si kecil di kampung Kramat, Bogor dengan menggunakan jasa KRL. Tapi di stasiun tebet, Supriono dipaksa turun dari kereta, lantas dibawa ke kantor polisi karena dicurigai si anak adalah korban kejahatan . Tapi di kantor polisi, Supriono mengatakan si anak tewas karena penyakit muntaber.
Polisi belum langsung percaya dan memaksa Supriono membawa jenazah itu ke RSCM untup diautopsi.

Di RSCM, Supriono menjelaskan bahwa Khaerunisa sudah empat hari terserang muntaber. Dia sudah membawa Khaerunisa untuk berobat ke puskesmas kecamatan setiabudi.
Saya hanya sekali bawa Khaerunisa ke puskesmas, saya tidak punya uang untuk membawanya lagi ke puskesmas, meski biaya hanya Rp 4.000,- saya hanya pemulung kardus, gelas dan botol plastik yang penghasilannya hanya Rp 10.000,- per hari. Ujar bapak 2 anak yang mengaku tinggal di kolong perlintasan rel KA di Cikini itu.

Supriono hanya bisa berhharap Khaerunisa sembuh dengan sendirinya. Selama sakit Khaerunisa terkadang masih mengikuti ayah dan kakaknya, Muriski Saleh (6 thn), untuk memulung kardus di manggarai hingga salemba, meski hanya terbaring digerobak ayahnya.

Karena tidak kuasa melawan penyakitnya, akhirnya Khaerunisa menghembuskan nafas terakhirnya pada minggu (5/6) pukul 07.00

Khaerunisa meningga di depan sang ayah, dengan terbaring di dalam gerobak yang kotor itu, di sela-sela kardus yang bau. Tak ada siapa-siapa, kecuali sang bapak dan kakaknya.
Supriono dan Muriski termangu. Uang di saku tinggal Rp 6.000,- tak mungkin cukup beli kain kafan untuk membungkus mayat si kecil dengan layak, apalagi sampai harus menyewa ambulans

Khaerunisa masih terbaring di gerobak. Supriono mengajak Musriki berjalan menyorong gerobak berisikan mayat itu dari manggarai hingga ke stasiun tebet, Supriono berniat menguburkan anaknya di kampong pemulung di kramat, bogor.
Ia berharap disana mendapatkan bantuan dari sesama pemulung.

Pukul 10.00 yang mulai terik, gerobak mayat itu tiba di stasiun tebet.

yang tersisa hanyalah sarung kucel yang kemudian dipakai membungkus jenazah si kecil. Kepala mayat anak yang dicinta itu dibiarkan terbuka, biar orang tak tahu kalau khaerunisa sudah menghadap sang khalik

Dengan menggandeng si sulung yang berusia 6 thn, Supriono menggendong Khaerunisa menuju stasiun. Ketika KRL jurusan bogor datang, tiba-tiba seorang pedagang menghampiri Supriono dan menanyakan anaknya.
Lalu dijelaskan oleh Supriono bahhwa anaknya telah meninggal dan akan dibawa ke Bogor, spontan penumpang KRL yang mendengar penjelasan Supriono langsung berkerumun dan Supriono langsung dibawa ke kantor polisi Tebet. Polisi menyuruh agar Supriono membawa anaknya ke RSCM dengan menumpang ambulans hitam.

Supriono ngotot meminta agar mayat anaknya bisa segera dimakamkan.

Tapi dia hanya bisa tersandar di tembok ketika menantikan surat permintaan pulang dari RSCM. Sambil memandangi mayat Khaerunisa yang terbujur kakuu. ingga saat itu Muriski sang kakak yang belum mengerti kalau adiknya telah meninggal masih terus bermain sambil sesekali memegang tubuh adiknya. Pukul 16.00, akhirnya petugas RSCM mengeluarkan surat tersebut, lagi-lagi karena tidak punya uang untuk menyewa ambulans, Supriono harus berjalan kaki menggendong mayat Khaerunisa dengan kain sarung sambil menggandeng tangan Muriski.

Beberapa warga yang iba memberikan uang sekedarnya untuk ongkos perjalanan ke Bogor.

Para pedagang di RSCM juga memberikan air minum kemasan untuk bekal Supriono dan Muriski di Perjalanan.

Psiokolog Sartono Mukadis menangis mendengar cerita ini dan mengaku benar-benar terpukul dengan peristiwa tersebut karena masyarakat dan aparat pemerintah saat ini sudah tidak lagi peduli terhadap sesama.

Peristiwa itu adalah dosa masyarakat yang seharusnya kita bertanggung jawab untuk mengurus jenazah Khaerunisa. Jangan bilang keluarga supriono tidak memiliki KTP atau KK atau bahkan tempat tinggal dan alamat tetap. Ini merupakan tamparan untuk bangsa Indonesia. Ujarnya 
ini menjadi pukulan bagi kita karena seharusnya kita saling menolong satu sama lain tanpa melihat latar belakang, harta, ataupun jabatan seseorang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar